Minggu, 25 Desember 2016

Damai Itu Telah Datang

Dibawah ini adalah ringkasan dari kotbah Natal tahun ini, tidak ada tendensi untuk memperkeruh keadaan yang sudah keruh. Hanya saja ini terlalu indah untuk tidak dibagikan. Dibutuhkan kedamaian hati untuk membaca tulisan dibawah ini, dan kedinginan pikiran.
You've been warned. Kalo terjadi sesuatu setelah anda membaca tulisan ini, tarik napas aja, terus ke pinggir jalan, siapa tau ada telolet.

Tema natal pada tahun ini adalah "Damai Itu Telah Datang"
Berbeda dengan tahun - tahun sebelumnya. Tahun ini situasi sosial politik di hari - hari menjelang natal cukup memanas, ada kekhawatiran, ada ketakutan, dan kita melihat situasi ini menjadi tantangan bagi kita.

Ada berbagai cara kita menghadapi tantangan tersebut, ada yang lalu sembunyi, berdiam diri, tetapi ada juga yang bisa kita pakai sebagai peluang. Pertanyaannya kira2 peluang apa yang bisa kita temukan?

Dalam ilmu tafsir yang baru ada istilah : Herminitis pasca colonialis, artinya kita menemukan, menafsirkan ulang sesuatu yang bukan dari pemaksaan dari luar. Tapi kita menemukan, menafsirkan sesuai dengan konteks yang sesuai dengan pergumulan, sesuai dengan situasi yang saat ini sedang kita hadapi.

Gereja perlu merenungkan ulang, apakah selama ini gereja saat ini hidup dalam dunia nya sendiri? Ataukah gereja hidup di tengah masyarakat?

Hal yang bisa menjadi peluang bagi kita saat ini adalah, situasi sekarang ini bisa menjadi kesempatan bagi kita untuk merenungkan kembali, sebenarnya perayaan natal bagi kita itu apa toh? Kalau mengenang kelahiran Yesus, sebenarnya kelahiran Yesus yang seperti apa? Apakah kita mengenang kelahiran Yesus dalam konteks kolonialis, atau mengenang kelahiran Yesus dalam konteks konkrit, dalam kehidupan kita saat ini.
Kalau saat ini ada pohon cemara dengan kerlap kerlip, ditambah lagi dengan kapas, yang menunjukkan salju, maka sadar atau tidak sadar kita sedang merayakan natal dalam penindasan, karena sesungguhnya itu adalah kolonialis, yang memaksakan, di natal sendiri dulu tidak ada seperti itu. Dan itu juga merupakan produk - produk keimanan dalam konteks tertentu, yang terus dibawa sampai hari ini. Jadi ketika ada spanduk, dan surat edaran, pelarangan atribut atribut natal yang sekarang ini itu menjadi perenungan buat kita, "oiya ya kenapa kita disibukkan dengan atribut atribut itu, yang sesungguhnya itu adalah penindasan yang tidak kita sadari. Natal itu tidak sah kalau tidak seperti itu kesannya." Sehingga natal itu tidak kontekstual, natal itu tidak pernah hadir dalam konteks kita, karena konteks nya itu adalah konteks masa lalu di negara - negara barat, yang dipaksakan terus dibawa hingga hari ini.
Oleh karenanya, pada hari ini kita semua harus mengambil makna kontekstual itu, dengan merenungkan, bahwa tantangan itu tidak harus dianggapi dengan emosional, karena bisa jadi Tuhan justru memakai situasi ini bagi kita semua, untuk kembali merenung apasih sebenarnya yang sudah kita lakukan hingga saat ini? Apa yang sudah gereja lakukan untuk masyarakat selama ini?

Kalau kita kembali merenungkan kehadiran Yesus, bahwa Yesus hadir adalah justru untuk menyatukan strata sosial yang sudah terbagi - bagi pada saat itu. Adanya tingkatan - tingkatan sosial membuat manusia terpisah. Maka ketika perayaan natal, lahirnya Yesus, memberi kesempatan dari strata yang berbeda bisa berkumpul bersama. Para gembala yang miskin, yang rendah, yang tidak dihargai, bisa disatukan dengan orang - orang majus yang kaya, berhikmat, dan dianggap sebagai orang - orang terhormat yang diakui dengan jabatan dan kedudukan, serta kekayaan di sebuah kandang. Semua orang bisa disatukan disana, meskipun strata nya tetap. Mereka tetap raja, dan yang lain tetap gembala. Tidak harus semua menjadi gembala atau tidak semua menjadi raja, tapi mereka bisa disatukan. Strata tidak bisa kita hapus, yang bisa kita hapus adalah tembok yang memisahkan strata itu. Oleh karenanya mari kita membongkar tembok - tembok yang membatasi kita, dan kita terjatuh pada strata tertentu, kita sadar bahwa ada yang miskin, ada yang kaya, ada yang menderita, ada budaya lain, ada agama lain, dan kita mestinya hidup bersama sama. Yesus yang kita yakini, yang mengasihi dunia, mestinya adalah Yesus yang kita teladani, bahwa kita hadir mengasihi dunia, dengan membebaskan, membongkar tembok - tembok yang memisahkan, karena seolah - olah kita sudah ditempatkan pada strata - strata sosial tertentu. Dan semangat ini, kita sebut dengan semangat solidaritas, yang mestinya ada dalam kehidupan kita. Jadi jika tema kali ini "Damai itu telah datang" maka menjadi tugas bagi kita semua apakah betul kita bisa membongkar tembok - tembok yang memisahkan strata itu? Dan bisa hidup berdampingan? Serta mendatangkan damai di lingkungan kita?


Dini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar