Kamis, 03 September 2015

Trip to Papandayan with MDPL 28 - 30 Agustus 2015

Jakarta - Bandung - Garut - Papandayan


Ini bukan cerita tentang perjuangan gw mendaki gunung lewati lembah, bukan juga tentang panorama menakjubkan dari Gunung Papandayan. This story just to help me move on.

Seperti terlihat di peta, kawasan G. Papandayan (2,665mdpl) terletak di selatan Garut. Dan sebagian medannya dari batuan kapur, serta terdapat beberapa kawah yang mengeluarkan uap dari sisi dalamnya.

Perjalanan berawal dari hari Jumat 28 Agustus 2015. Ditengah meeting produksi yang semuanya delay, gw gelisah karena jam udah menunjukkan pukul 6 sore, dan gw harus udah di Cileunyi jam 9 malem. Gelisah karena gak tau cara menuju kesana dari Cimahi, setelah menerima berbagai masukan dan dukungan, berangkatlah gw ke Cileunyi jam 7 malem meninggalkan rekan - rekan 1 tim yang masih harus menyelesaikan meeting. Oke, singkat cerita jam 8 malem gw udah di pos polisi Cileunyi. Itulah satu - satunya tempat yang masuk akal buat nunggu jemputan di area yang asing banget buat gw. Jam udah menunjukkan pukul 9 malem, tapi yang jemput blm juga dateng beberapa bbm dan beberapa panggilan kemudian, datanglah 2 orang lelaki tangguh yang bakalan ngebawa gw ke G. Papandayan.

Sekitar pukul 11 malam, kami bertiga meluncur ke Garut. Disana kami masih harus menunggu rombongan 20 orang dari Jakarta. Dan pukul 3 pagi, rombongan dari Jakarta baru muncul. Setelah melakukan persiapan, destinasi selanjutnya yaitu Cisurupan. Kami berkumpul di Masjid terdekat, dan lanjut ke area pendakian G. Papandayan diantar dengan mobil pick up.

Dan, disinilah awal dari perjalanan yang sesungguhnya dimulai.

*dramatic music
*drum roll plis


Pegunungannya, diambil dari koordinat:
7°19'LS 107°44'BT
*akurat-kelewatan

Nampang dulu, sebelum berlelah - lelah


Saat briefing kami diberitahu lama pendakian sekitar 4 jam dengan medan berbatu kapur, dan pasir. Tujuan kami adalah Pondok Saladah, area padang rumput dengan ketinggian 2,288mdpl, tempat untuk bermalam sebelum ke puncak G. Papandayan, Tegal Alun.


Look at thaaattt!


Cemungut ea kakak


Masih lanjut, dan anda memasuki wilayah dimana muka sudah tidak lagi terkontrol


Welcome to 'secret-tunnel'!!!


Sekitar pukul 11 kurang 1/4, kami sampai di Pondok Saladah, yang siang itu sudah dipadati oleh tenda para pendaki. Tapi saking capeknya, ga sempet foto - foto di pondok Saladah.


Ini foto gapenting, yang berhasil gw ambil saat terkapar di rerumputan deket jalur masuk Pondok Saladah. Aslinya bagus, tapi apadaya karena keterbatasan kamera begitulah hasil akhirnya.
Setelah semua anggota lengkap, kami pun memasak ria di area kemah. Dan membuahkan hasil yaaaang luar biasa seadanya, tapi karena di gunung, semua jadi enak.


Suasana memasak


Setelah memasak, dan beberes, lanjut ke Hutan Mati, Yeaaay. Ini destinasi wajib saat berkunjung ke Papandayan. So, here we go...

Sebagai pengantar Hutan Mati ini awalnya merupakan kawasan hutan biasa, tapi karena letusan Gunung Papandayan, pohon - pohon di hutan ini menjadi kering dan mati, tapi masih tetap berdiri tegar *adek kuat bang~, sehingga memiliki daya tarik tersendiri untuk dikunjungi.
The dead forest

Tempatnya penting, tapi pose nya gapenting. Gapapa lah ya~

Almost full team. Di tepian hutan mati, di belakang kami jurang menuju kawah belerang
Going back, for coming back. Apaan coba.

Aaaand the sun goes down, kami harus kembali ke tenda. Malamnya kami menyalakan api untuk menghangatkan suasana. Karena besok pagi harus berburu sunrise, pukul 10 malam, kami sudah bersatu di dalam tenda. Tidooorr.

Ternyata bangun pagi di pegunungan itu ga segampang yang dibayangkan. Niat sih ada, tapi beranjak dari tenda itu rasanyaaaa, hampir ga mungkin. Dengan kekuatan bulan, akhirnya kami bangun, dan bergegas menuju ke hutan mati untuk menikmati sun rise. Awalnya pasrah sih, karena kita berangkat sudah jam 5.30, dan langit udah terang benderang. Tapi yah, iseng aja naik lagi.

Perjuangan kami gak sia - sia doooong, tepat sampai di atas, matahari baru muncul. Dan inilah penampakannya.

Para pencari sunrise



Dat cloud ocean - baca : lautan awan.

 
Sengaja siluet biar ga keliatan muka belernya


Sang surya pun mulai meninggi, dan kami kembali ke kemah, setelah istirahat sejenak, pukul 8 pagi, kami berangkat lagi ke Tegal Alun, inilah the most wanted place yang banyak ditumbuhi bunga edelweis. Seperti apa? ya kami juga penasarannss. Tapi sebelum sampai di tegal alun, jalanan terjal berbukit harus kita lalui. Kenapa terjal dan berbukit? karena kami melalui jalur ekstrim, bukan jalur biasa. Gausah diceritain lah ya susahnya kaya apa.


Yep, that's me. And its not cool at all. Nevermind.

Saksi bisu, perjuangan, doa dan air mata. Aku ra popo~



Sekitar 2.5 jam kemudian, dan sempat tersesat. Kami sampai di Tegal Alun, the top of Papandayan Mountain. Yippie...

Seperti informasi sebelumnya, Tegal Alun merupakan puncak dari Gunung Papandayan, yang ditumbuhi bunga edelweis, and not to mention this is the largest edelweis field in West Java, dengan luas sekitar 32ha di ketinggian 2665mdpl.

This is it


This is it (2)


This is it (3)
*Males bgt nulis caption mbak
 



10 wanita dan 1 lelaki yang siap menyerang 7 manusia harimau


Tegal Alun sodara - sodara

 


The precious, gorgeus, Edelweis flower.

Please dont pick me, let me grooow, let me grooow *kemudian nyanyi

 
Pukul 11 siang, kami pun turun, karena siang ini juga kami harus turun gunung :(
 

Last picture before go humm. And its full team
Time to look at each others eyes, and say goodbye. This journey is supported by MDPL Indonesia.
Thank you for having me. And it was such a pleasure to join a trip with you guys.
 
Last but not least. Gw bukan anak gunung puitis yang bisa membuat kata - kata super tentang gunung. Tapi seseorang pernah bilang ke gw, satu hal saat naik gunung, kita harus selalu pakai gigi 1 . Pertamanya gw pikir its all about speed, kita harus terus naik apapun yang terjadi. Tapi gw sadar, itu bukan tentang kecepatan, tapi tentang semangat. Karena,
mendaki itu bukan tentang seberapa cepat anda sampai puncak saat naik, dan sampai basecamp saat turun. Tapi mendaki itu tentang seberapa lama anda ada disisi teman dan dibutuhkan teman.
Well said. Kita ga bisa egois, saat ada teman yang membutuhkan kita ga bisa terus jalan dan membiarkan teman kita berjuang sendiri.
 
Dibuang sayang. Pic taken by me, credit to the-will-and-can-do-anything-models
 
Thanks so very much buat Cahyo buat dokumentasinya, google dan segala isinya yang beberapa gw kutip infonya.
 
Cheers!



4 komentar:

  1. keren sekali kakak...mau dunk di ajak trip ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh kakak. Bayalin eaaaaaa. Labuan Bajo, cuzz

      Hapus
  2. berapa biaya yang dihabiskan nih dulu?? saya ada update biaya pendakian terbaru di tahun 2017 bisa lihat disini cerita perjalanan ke gunung Papandayan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Ezy,
      Itu saya ikut open trip 360rb meeting point di Bandung. hehe

      Keren pengalamannya pas ke Papandayan, udah baca blog nya :)

      Hapus